Kau tahu, Sa, apa yang kurenungi ketika duduk menatap senja
di dermaga muara Malaka tempo hari? Diam-diam takzim kepada Sang Dharma, telah
menghadirkanmu sebagai bagian dari penghuni semesta. Telah menemanimu bertumbuh
dan merengkuhmu dalam kasih di setiap perjalananmu. Telah menghantarmu dengan
selamat ke sini, ke sisiku lagi.
Aku berterima kasih kepada Tuhan atas hari ini, hari
kelahiranmu. Tanpa hari ini, berpuluh tahun lalu, tak akan ada senyum lepasku
setiap bercanda-gurau denganmu. Tak akan ada legaku setelah kau temani
menyelesaikan masa laluku. Tak ada ujung-ujung jemari yang selalu ingin
mengetuk papan hitam karena ingin pamer karya terbaru kepadamu. Tak ada dua
pasang sandal yang atusias menelusuri jalanan tua. Tak ada kita.
Aku berterima kasih kepada Tuhan atas hari ini, hari ketika
Ia mentahbiskanmu kelak menjadi perempuan yang selalu berusaha keras
menghadirkan kebahagiaan bagi orang-orang dekatnya. Meski peluh tak henti
menitik di keningmu, meski kaku menyapa punggungmu, meski kesal tak jarang
menghiasi rautmu.
Aku berterima kasih kepada Tuhan atas hari ini. Meski kau
selalu membuatku kesal karena tak henti menerbitkan rindu, padahal kau sedang duduk membaca di sampingku. Meski
kau selalu membuatku ingin bertanya kabar, padahal belum lima menit kau
berjalan keluar pintu.
Aku berterima kasih kepada Tuhan atas hari ini, hari ketika bulan penuh dihadiahkan-Nya untukmu, sebagai pertanda awal dari lembar-lembar baru masa depan yang semoga seterang dan sepenuh berkat purnama Sidhi.
Meskipun purnama tak bisa kutatap denganmu di sisiku, rama-rama pembawa doa dariku sudah terbang dan mengitarimu sejak sore tadi. Selamat hari lahir, Sa. Semoga kebaikan datang dari segala arah.