Pages

Minggu, 23 Maret 2014

Ara dan Sebuah Nama

Sebut aku penganut paham reinkarnasi, jika memercayai hidup adalah rantai panjang yang tak terputus, bahwa jiwa manusia adalah entitas kekal yang terus hidup bersama perputaran zaman. Sebut aku penganut paham metafisik, jika percaya bahwa setiap pilihan bawah sadar manusia adalah memori dari sejarah-sejarah masa lampaunya dalam rantai terdahulu.

Entah kapan tepatnya, aku cuma ingat pada suatu masa ketika masih berstatus mahasiswa, pada suatu malam, ketika jenuh dengan layar berisi teori strukturalisme untuk bahan skripsi, sebuah nama melintas dalam benak. Ara. Layar baru pun terbuka, satu cerpen dengan nama Ara sebagai tokoh utamanya mengalir dari ujung-ujung jari. Sejak itu, entah sudah berapa kali nama Ara menjadi tokoh dalam cerpen-cerpenku.

Ara semakin mewujud, hidup dalam tulisan dan kepala. Dia seperti ada entah di mana. 

Sementara itu, ternyata engkau pun hidup dengan nama itu. Menghari-hari bersamamu.

Sampai pada suatu masa ketika kita berjumpa. Saat tak ada Aramu dan sesiapa lainnya. Dan, kau pun memanggilku... Ra, Aramu. Nama yang selalu kau suka selama ini. Pada saat yang sama, aku merasa, kaulah Ara yang mengalir dalam bawah sadarku bertahun-tahun sebelumnya.

Aneh adalah cara semesta menautkan kita lagi. Tak pernah dalam konspirasi pribadi, hanya mengalir saja tanpa ada yang pernah berusaha menarik. Kita hanya mengikuti apa yang semestinya terjadi. 

Ara... seperti mantra syahdu bagi kita berdua. Masing-masing menyimpan cerita lama, tetapi pada akhirnya mengalir menjadi cerita baru yang sudah dibentangkan semesta kanvas dasarnya.

Welcome home, Ara....

1 komentar:

Anonim mengatakan...

rupanya pujangga,,, membaca karya2 khahlil gribran tidak satu dua kali langsung paham. entah q yg sulit mencerna atau memang bahasanya,,, dan aku menemukannya di tulisan2 ini.
deibak.

salam.

Posting Komentar