Dear Sa,
Awal pagiku diricuhi kantuk yang semalaman membangkang pergi. Tubuhku seperti otomatis mengikuti waktu setempatmu yang berjarak lima putaran waktu. Takdir stigmata. Setelah berhitung antara kembali mencoba merayu lelap dan menyandang matras ke studio yoga, selepas Subuh akhirnya kuniatkan diri untuk bersiap ke studio. Lebih dari tiga bulan rasanya tidak memanjakan tubuh dan jiwa dengan kelas yoga pagi.
Yeah, seperti yang kau tahu, aku memang "idola" di kelas Sabtu pagi. Diidolai para ibu dan tante yang masih saja menganggapku "yang termuda" seperti saat bergabung dengan kelas itu ketika usiaku 26, padahal member baru lainnya banyak yang masih kuliah atau sekolah. Ckckck. Dan, yeah, seperti biasa, sang guru memintaku menjadi asistennya, padahal tubuhku sudah tiga bulan tak melakukan rutin yoga. Iya sajalah.
Setelah semua rutin kami jalani, savasana menjadi menu penutup seperti biasa. Kubaringkan tubuh, dengan kedua mata yang terpejam dan handuk biru Mickey Mouse di atasnya, kedua tangan di samping badan dengan kedua telapak terbuka. Alunan kidung yoga dari Hindustan mengaluni napas hidung. Kofokuskan pikiran kepada asupan udara yang mengalir bersama darah ke setiap bagian tubuhku, ke ujung-ujung jemari, hingga terembus keluar bak bunga-bunga yang mekar semai. Salah satu teknik meditasi favoritku.
Dalam aliran udara yang mengisi tubuhku, aku merinduimu. Mengalir ke segala penjuru, bersama alam bawah sadar yang mulai mengepakkan sayap, menujumu. Mata lelapmu pun terlihat, lebih dari cukup untuk sedikit mengobati rindu. Mata lelap yang dikelilingi lingkaran letih. Membuatku setengah tersenyum setengah ingin menderas. Kukecup diam-diam pipi, kening, dan bibirmu dari kejauhan sini.
Saat pulang nanti, akan kuseduh teh hijau Vietnam hangat untuk teman bercakap kita, seperti hari-hari biasa. Semoga Jabal Sina memberkatimu dengan jejak arif dan arib hari ini. Lekas pulang, jika kantung-kantung cahaya selesai kau penuhi.
kisskiss,
AR