Pages

Jumat, 28 Februari 2014

Day 2: Savasana and Your Sleepy Eye

Dear Sa,
Awal pagiku diricuhi kantuk yang semalaman membangkang pergi. Tubuhku seperti otomatis mengikuti waktu setempatmu yang berjarak lima putaran waktu. Takdir stigmata. Setelah berhitung antara kembali mencoba merayu lelap dan menyandang matras ke studio yoga, selepas Subuh akhirnya kuniatkan diri untuk bersiap ke studio. Lebih dari tiga bulan rasanya tidak memanjakan tubuh dan jiwa dengan kelas yoga pagi.

Yeah, seperti yang kau tahu, aku memang "idola" di kelas Sabtu pagi. Diidolai para ibu dan tante yang masih saja menganggapku "yang termuda" seperti saat bergabung dengan kelas itu ketika usiaku 26, padahal member baru lainnya banyak yang masih kuliah atau sekolah. Ckckck. Dan, yeah, seperti biasa, sang guru memintaku menjadi asistennya, padahal tubuhku sudah tiga bulan tak melakukan rutin yoga. Iya sajalah.

Setelah semua rutin kami jalani, savasana menjadi menu penutup seperti biasa. Kubaringkan tubuh, dengan kedua mata yang terpejam dan handuk biru Mickey Mouse di atasnya, kedua tangan di samping badan dengan kedua telapak terbuka. Alunan kidung yoga dari Hindustan mengaluni napas hidung. Kofokuskan pikiran kepada asupan udara yang mengalir bersama darah ke setiap bagian tubuhku, ke ujung-ujung jemari, hingga terembus keluar bak bunga-bunga yang mekar semai. Salah satu teknik meditasi favoritku.

Dalam aliran udara yang mengisi tubuhku, aku merinduimu. Mengalir ke segala penjuru, bersama alam bawah sadar yang mulai mengepakkan sayap, menujumu. Mata lelapmu pun terlihat, lebih dari cukup untuk sedikit mengobati rindu. Mata lelap yang dikelilingi lingkaran letih. Membuatku setengah tersenyum setengah ingin menderas. Kukecup diam-diam pipi, kening, dan bibirmu dari kejauhan sini.

Saat pulang nanti, akan kuseduh teh hijau Vietnam hangat untuk teman bercakap kita, seperti hari-hari biasa. Semoga Jabal Sina memberkatimu dengan jejak arif dan arib hari ini. Lekas pulang, jika kantung-kantung cahaya selesai kau penuhi.

kisskiss,
AR

Day 1: Jaket Cokelat dan Sisa Parfum

Dear Sa,

Mengepak perbekalan dan bertualang mungkin memang sudah mengalir dalam darah kita. Seperti zaman-zaman yang kita lalui dahulu, saat terpisah dan akhirnya bertemu pandang kembali. Ah, tapi, tetap saja, entah kamu atau aku yang melancong, tak bisa menghindarkan sensasi hati yang mencelus dan ruang hampa yang tiba-tiba tercipta ketika satu di antara kita mengudara. Sesering apa pun kamu mengemas koper dan melancong tanpaku, tetap tak bisa membuatku sekuat istri-istri pejuang gerilya yang ditinggalkan suaminya menggempur batalion musuh berbulan-bulan lamanya.

Terbangun dengan jaket cokelatmu yang rapat kusut dalam pelukanku, membuatku tersedak rindu akan dekap hangatmu yang biasanya kutemukan saat membuka mata pagi hari. Hal yang membuatku tersenyum, engkau sedang menuju dekap hangat Sang Maha di tanah-Nya.

Ah, baru hari pertama, rasanya sudah ingin berdoa meminta waktu dilipat mendekat kepadaku dengan cepat. Setiap penjuru rumah mengingatkanku kepadamu. Mungkin sebaiknya aku tenggelam dalam project kerja terbaru, agar degup rinduku tak juga ditingkahi isi kepala yang mencari-cari kecup pagimu.

Aku izin, ya, merajai galau dua minggu ke depan. Yeah, I'm just an ordinary woman, yang sudi dicap segalau abg kebanyakan kalau itu berarti sedang terpapar kangen. Tak ada femme yang tak galau, begitu kata pepatah. Sama halnya tidak ada kepergian yang tak membuat galau. Galau yang semoga berwujud akhir draft terbaruku yang akan kusodorkan kepadamu saat pulang nanti. Paling tidak, aku berusaha, Sa, agar galau ini sedikit naik kelas dengan berujung karya. Itu juga kalau isi kepala masih bertahan dan tidak kuyup dibasahi air mata. Itu juga kalau... Itu juga kalau... Duh, level galaunya sudah melejit satu strip. Aku kembali ke daftar review dan copy rights dulu, ya. Come home, soon, Silver.


kisskiss,
AR